Selasa, 23 Februari 2010

PAJAK dan Pungutan Resmi selain Pajak

I. PAJAK
Pajak pada dasarnya merupakan sumbangan wajib masyarakat kepada negara yang dipungut berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat imbalan ( kontraprestasi ) secara langsung.
Menurut Prof.Dr. Rachmat Soemitro, S.H, Pajak adalah iuran dari rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang ( yang dapat dipaksakaan ) dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dan digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum negara.
Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan, ciri-ciri pajak sebagai berikut :
1. Iuran dari rakyat kepada negara
2. Berdasarkan undang-undang
3. Dapat dipaksakan
4. Tidak ada kontraprestasi
5. Dipungut oleh pemerintah
6. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yaitu pengeluaran yang bermanfaat
untuk masyarakat luas.
Landasan pemungutan pajak adalah pasal 23 -A amandemen UUD 1945 yang berbunyi:
" Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang "
Seperti penjelasan di atas, salah satu ciri pungutan pajak adalah pemungutan pajak berda-
sarkan undang-undang. Undang-undang Perpajakan yang saat ini berlaku di Indonesia
antara lain :
1) UU No. 12 Tahun 1994 tentang PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan )
2) UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
3) UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
4) UU No. 17 Tahun 2000 tentang PPh ( Pajak Penghasilan )
5) UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN ( Pajak Pertambahan Nilai )
6) UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Dalam Pemungutan Pajak, terkandung Unsur-unsur Pajak, yaitu :
a. Subjek Pajak, yaitu orang pribadi / badan hukum yang menurut ketentuan perundang-
undangan perpajakan, ditetapkan untuk melakukan kewajiban perpajakan.
b. Objek Pajak, yaitu hal yang dikenakan pajak/ sasaran pajak, misalnya penghasilan,
bumi dan bangunan.
c. Tarif Pajak , yaitu ketentuan mengenai berapa besarnya pajak yang harus dibayar
oleh wajib pajak, berdasarkan objek pajak yang dimaksud.
Ada beberapa macam sistem tarif pajak antara lain :
(1) Tarif Proporsional, yaitu tarif pajak yang persentasenya tetap, berapapun jumlah yang
dikenai pajak (berapapun nilai objek pajaknya) / tidak tergantung pada besar kecilnya
nilai objek pajak.
(2) Tarif Progresif, yaitu tarif pajak yang persentasenya semakin tinggi, jika nilai objek pajak
nya semakin besar.
(3) Tarif Degresif, yaitu tarif pajak yang persentasenya semakin rendah, jika nilai objek pajak
nya semakin besar.

II. PUNGUTAN RESMI SELAIN PAJAK.
Beberapa pungutan resmi selain pajak yang dikenal di Indonesia adlah sebagai berikut:
a. Bea Impor
Importir akan diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pemerintah atas barang
yang diimpornya dari luar negeri. Pungutan tersebut dinamakan bea impor.
b. Cukai
Pemerintah mengharapkan konsumen membatasi konsumsi untuk beberapa jenis
barang tertentu seperti tembakau, rokok, dan minuman yang mengandung alkohol.
Oleh karena itu, agar konsumen tidak terlalu tertarik untuk membelinya, maka
pemerintah menarik sejumlah uang tertentu untuk setiap unit barang yang terjual.
Uang tersebut ditarik kepada produsen yang selanjutnya membebankannya melalui
harga barang yang terjual. uang pungutan semacam itu dinamakan Cukai.
c. Retribusi
Retribusi dikenakan kepada orang-orang yang menggunakan fasilitas pemerintah,
dipungut oleh Pemerintah Daerah ( Pemda ) berdasarkan Peraturan Daerah ( Perda )
Contoh: Retribusi Pasar; dikenakan kepada orang-orang yang berjualan di pasar.
Retribusi Parkir; dikenakan kepada orang-orang yang menggunakan ruas jalan
untuk memarkir mobil/motornya.

III. PRINSIP-PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK
Menurut Adam Smith, pungutan pajak yang baik harus memenuhi prinsip-prinsip berikut:
1. Keadilan ( equality )
Beban pajak yang dibayah oleh wajib pajak harus disesuaikan dengan kemampuan
setiap wajib pajak.
2. Kepastian ( certainty )
Tata cara pungutan pajak harus tegas, jelas dan pasti, sehingga mudah dimengerti
oleh wajib pajak dan juga memudahkan pemerintah untuk melakukan pencatatan
administrasinya.
3. Kelayakan ( convenience )
Beban pajak tidak boleh memberatkan wajib pajak , sehingga wajib pajak tidak
merasa terpaksa pada saat harus membayar pajak.
4. Ekonomi ( economy )
Dalam pemungutan pajak harus menghasilkan jumlah penerimaan pajak yang lebih
besar dibanding biaya yang dikeluarkan untuk pemungutannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar